FOTO AIRLANGGA

Airlangga TV

Sabtu, 25 Januari 2014

Airlangga Hartarto, Ketua Komisi VI DPR-RI
UU Perindustrian Menyiapkan Industri
dan UKM yang Berdaya Saing Tinggi


Rabu, 22 Januari 2014
Rancangan Undang-undang (RUU) Perindustrian baru saja disahkan menjadi UU Perindustrian. Banyak hal krusial menyangkut roda perekonomian nasional yang perlu disikapi melalui undang-undang ini, utamanya menyangkut industi kecil dan menengah (UKM). 
  Undang-undang ini akan mengatur tentang kebijakan yang berpihak kepada industri kecil. Sebab, jika industri kecil dibiarkan bersaing dengan industri besar tanpa ada regulasi yang mengaturnya, maka ekonomi kecil tidak mungkin bisa berkembang. Karenanya, keberpihakan kepada industri kecil adalah penting, agar mereka mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional.
  "Apalagi tahun 2015 nanti akan ada pasar terbuka (bebas) ASEAN. UU ini akan mendorong agar UKM kita tidak kalah dengan UKM-UKM negara lain," kata Ketua Komisi VI DPR-RI Airlangga Hartarto.

Menurut Airlangga, sebelum ini banyak industri UKM di Indonesia yang terpukul, karena pada waktu mereka hendak ekspor, Negara yang bersangkutan mempertanyakan good manufacturing practice yang tidak dilakukan oleh sebagian UKM di Indonesia. Akibatnya produk Indonesia yang akan dieksport tereject.
"Itu salah satu dampak dari pelaksanaan kebijkan atau pembinaan yang kurang maksimal," katanya.
Berikut petikan wawancaranya.
Paradigma baru apa yang diusung UU Perindustrian yang baru ini?
UU ini bertujuan untuk mewujudkan industri sebagai tulang punggung dari perekonomian nasional. Dan industri yang didorong ke depan itu industri yang mempunyai kedalaman struktur. Maksudnya, mulai dari hulu sampai hilir kita kuasai, terutama yang punya daya saing tinggi. Artinya, yang berbasis bahan baku dalam negeri, berbasis kepada tenaga kerja, atau berbasis energi.
Kami melihat industri yang punya daya saing selain punya bahan baku, dia memerlukan tenaga kerja dan memerlukan pasar yang besar. Jadi kalau ada salah satu atau dua saja dari 3 komponen ini maka dia menjadi industri yang visible untuk dibangun di Indonesia. Dan ini kita mau keterkaitan antara hulu dan hilirnya menjadi kuat. Nah, dalam perundang-undangan ini juga dikatakan bahwa seluruh hasil dari kunci industri adalah bahan bakunya berupa industri primer. Energi primer atau utama, baik gas, listrik, atau BBM menjadi prasyarat untuk daya saing suatu industri.
Kemudian kedua, keterkaitan hulu dan hilir menjadi penting. Ketiga struktur kewilayahan. Jadi sentra industri itu menjadi sesuatu yang penting. Industri harus berdiri pada wilayah tertentu. Hal ini juga diatur dalam UU. Kemudian untuk mewujudkan itu semua, kita membentuk rencana induk industri nasional. Ini diharapkan menjadi blue print dari pengembangan industri masa mendatang.
Seperti apa rencana induk industri itu?
Pertama, rencana industri ini kan sudah berjalan, artinya bukan sesuatu yang baru. Jadi, sampai sekarang rencana induk itu sudah berjalan. Yang ingin kita lakukan adalah dari industri yang sudah berjalan selama 20 atau 30 tahun ini, kita melakukan pemilahan, yaitu industri mana yang punya daya saing yang tinggi. Industri yang punya daya saing tinggi itu adalah yang punya SDM kuat, memanfaatkan sumber daya alam, menerapkan teknologi, memanfaatkan inovasi, dan mempunyai sumber pembiayaan yang kompetitif. Nah 5 komponen sumber daya ini yang kita ingin sediakan di dalam UU ini.
Salah satu komponen yang penting yang juga diamanatkan UU ini adalah membangun atau membentuk lembaga pembiayaan industri. Tanpa lembaga pembiayaan industri itu, mustahil industri bisa tumbuh dan berkembang. Kalau dengan arsitektur perbankan nasional saat ini yang mengacu pada legalconvention itu kan pengembangan industri perbankan dihitung berbasis risiko. Karena dihitung berbasis risiko, dan seluruh perbankan Indonesia ini bank umum, artinya "komersial banking", tidak ada yang bersifat jangka panjang.
Kalau berbasis komersial banking, maka yang diterapkan adalah tingkat suku bunga yang tinggi, lalu pengembalian kredit yang waktunya relatif pendek 4-5 tahun. Sedangkan untuk membangun industri, 4-5 tahun enggak cukup. Bangun pabrik saja 1-2 tahun, bagaimana dalam waktu 3 tahun dia bisa mengembalikan utangnya. Jadi tidak mungkin, mustahil. Kita lihat dengan skema yang ada ini mustahil untuk dibangun industri. Makanya lembaga pembiayaan industri itu menjadi penting. Membangun kebun, misalnya, 4 tahun pertama enggak akan ada hasilnya.
Justru kita melihat industri yang ada, industri yang dulu dihasilkan oleh Bank Pembangunan Indonesia. Dengan pembiayaan yang ada sekarang, seolah-olah semua menjadi bank umum. Kalau bank umum, yang paling mudah adalah pembiayaan komersial seperti credit card yang bunganya 3% per bulan. Jadi kalau credit card itu, 1 tahun 36%. Kalau untuk industri bunga kredit itu pasti enggak masuk. Ini salah satu persoalan yang diamanatkan UU dan menjadi penting.
Hal lainnya ?
Ya, hal lainnya adalah affirmative position, yaitu kebijakan yang berpihak, terutama kepada industri kecil. Kalau industri kecil dilepaskan bersaing dengan industri besar enggak mungkin, karena yang namanya ekonomi ada yang namanya economic of skill. Dan ini terkait dengan standar, kualitas, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian ada keberpihakan kepada industri kecil supaya dia mampu bersaing. Apalagi nanti masuk 2015 ada pasar terbuka ASEAN. Jangan sampai UKM kita kalah dengan UKM-UKM negara lain.
Kemarin juga banyak industri UKM kita yang terpukul, karena pada waktu ekspor, mereka mempertanyakan good manufacturing practice yang tidak dilakukan oleh sebagian UKM kita. Akibatnya produk kita tereject. Itu salah satu dampak dari pelaksanaan kebijkan atau pembinaan yang kurang maksimal.
Juga yang paling penting adalah pengamanan dan penyelematan industri nasional terhadap persaingan yang tidak sehat yang kemudian membentuk Komite Industri Nasional, dimana industri ini betul-betul bisa bersinergi antardepartemen, antarinstansi, antaragensi, dan antarlembaga pemerintah. Inilah sebagain dari inti UU Perindustrian.
Bagaimana UU ini secara konkrit bisa melindungi industri kecil supaya punya daya saing?
Ya salah satunya di bidang lembaga pembiayaan. Sekarang kan yang berlaku industri kecil menerima bunga tertinggi, baik KUR dan PMN bunganya 24-26%. Tetapi industri besar yang dimiliki oleh multinasional ataupun konglomerat itu bunganya 9-11%. Ini kan pasti tidak adil. Nah, ini yang harus kita jembatani dengan suatu lembaga pembiayaan. Karena ketidakadilan ini dilakukan berbasis kepada praktik normal perbankan biasa. Penguasaha kecil kan kualitas jaminannya tidak setinggi kualitas jaminan produk konglomerat atau multinasional. Jadi, dianggap risiko tertinggi. Kalau demikian prinsip dari perbankan, industri kecil sulit untuk berkembang. Tetapi kalau ada lembaga pembiayaan, sebagian risiko itu akan diatasi, karena ini bagian dari pengembangan ekonomi masyarakat. (Adv)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar