JurnalParlemen/Andri Nurdriansyah
BERMODAL dana 558
juta dollar AS, pemerintah tak surut langkah mengambil alih saham PT Inalum
dari konsorsium Jepang. Kata politisi Golkar, Airlangga Hartarto, mestinya
langkah pemerintah tak sekadar sampai di situ.
Senayan
– Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Golkar Airlangga Hartarto mendukung
keberanian pemerintah untuk mengakhiri kerja sama dengan konsorsium perusahaan
Jepang, Nippon Asahan Alumina (NAA), dalam pengelolaan PT Inalum.
"Secara strategis, Indonesia memang
seharusnya berani mengakhiri kerja sama dengan NAA karena arah industri kita
sudah mampu melakukan pengolahan aluminium yang berada dalam koridor kebijakan
hilirisasi komoditas tambang," ujar Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumta
(25/10).
Sesuai kontrak, kerja sama kedua belah pihak
berakhir pada Kamis, 31 Oktober 2013. Indonesia tak perlu melanjutkan kerja
sama itu karena sudah mampu mengolah sendiri aluminium dan berupaya mengurangi
ketergantungan impor bahan bakunya.
"Pemerintah jangan berhenti pada
pengambilalihan Inalum saja. Pemerintah juga harus membangun refinery
alumina untuk mengolah bauksit sebagai bahan baku di Inalum," ujarnya.
Jumat (25/10), pemerintah direncanakan
meneken kesepakatan nasionalisasi PT Inalum sebelum kontrak dengan Jepang
benar-benar berakhir pada akhir bulan Oktober 2013. Pemerintah menyediakan dana
558 juta dollar AS untuk memiliki sepenuhnya Inalum, namun sedang diupayakan
harganya di bawah angka tersebut.
BERMODAL dana 558
juta dollar AS, pemerintah tak surut langkah mengambil alih saham PT Inalum
dari konsorsium Jepang. Kata politisi Golkar, Airlangga Hartarto, mestinya
langkah pemerintah tak sekadar sampai di situ.
JurnalParlemen/Andri Nurdriansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar