Cegah Krisis
10 Aug 2011
JAKARTA (Suara Karya) Pemerintah Indonesia seharusnya mengambil momentum dari krisis di Amerika Serikat dan Eropa untuk kembali membangun fundamental ekonomi melalui sektor riil.
Pemerintah Indonesia juga hendaknya melakukan diversifikasi manajemen perbendaharaan, sehingga tidak hanya mengandalkan mata uang dolar AS.
"Kembalikan ke fundamental ekonomi pada sektor riil, yakni dengan meningkatkan perekonomian lokal serta diversifikasi pasar ekspor, termasuk ke negara nontradisional seperti Amerika Serikat," kata Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (9/8).
Dalam upaya kembali ke fundamental ekonomi, hendaknya pemerintah juga meningkatkan investasi domestik dan memproteksi pasar dalam negeri* Dalam hal ini, pasar dalam negeri menjadi penyangga (buffer) untuk perekonomian atau kegiatan produksi di dalam negeri.
"Pemerintah juga harus berusaha untuk, mandiri dengan mengurangi secara bertahap ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan dan energi," tuturnya.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, krisis yang terjadi di Eropa saat ini berdampak pada penurunan peringkat investasi Amerika Serikat, terutama pada surat obligasi, baik yang diterbitkan oleh negara maupunkorporasi.
"Bagi Indonesia, hal ini merupakan ring a bell (peringatan kecil), khususnya untuk kebijakan semu yang seolah-olah keberhasilan ekonomi hanya pada indikator naik-turunnya IHSG (indeks harga saham gabungan). Melalui pendekatan pasar saham, penguatan rupiah selama ini seluruhnya karena faktor hot money (dana asing yang masuk ke dalam negeri), bukan karena nilai ekspor, investasi, atau peningkatan produktivitas.
Ini berbahaya, dan saat ini sudah terjadi koreksi di pasar," ujar Airlangga.
Di lain pihak, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi sebagai upaya antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya gejolak ekonomi akibat krisis AS dan Eropa.
"Pemerintah tetap akan mewaspadai dampak perekonomian global dengan berbagai upaya mitigasi krisis. Ini dilakukan melalui percepatan penyerapan anggaran, stabilisasi pasar menggunakan sisaanggaran lebih, dan pembelian kembali surat berharga negara oleh BUMN," kata Pit Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro.
Menurut dia, manajemen protokol krisis ini juga dibantu melalui alokasi dana mitigasi dalam APBN perubahan 2011. Ini akan berlaku efektif apabila indikator telah menunjukkan krisis mulai tiba.
"Ada beberapa tahapan, apabila pasar siaga, kita bisa melakukan pembelian suratutang negara dengan dana APBN atau menggunakan SAL (saldo anggaran lebih). Ini berdasarkan indikator misal harga surat berharga negara turun sekian basis poin. Dan, ketika imbal hasilnya turun berapa basis poin, kita harus melakukan apa," ujar Bambang.
Bambang mengatakan, fundamental perekonomian Indonesia saat ini dalam kondisi baik dan kuat, walaupun IHSG masih tertekan dan nilai tukar rupiah sempat melemah.
Pemerintah Indonesia juga hendaknya melakukan diversifikasi manajemen perbendaharaan, sehingga tidak hanya mengandalkan mata uang dolar AS.
"Kembalikan ke fundamental ekonomi pada sektor riil, yakni dengan meningkatkan perekonomian lokal serta diversifikasi pasar ekspor, termasuk ke negara nontradisional seperti Amerika Serikat," kata Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (9/8).
Dalam upaya kembali ke fundamental ekonomi, hendaknya pemerintah juga meningkatkan investasi domestik dan memproteksi pasar dalam negeri* Dalam hal ini, pasar dalam negeri menjadi penyangga (buffer) untuk perekonomian atau kegiatan produksi di dalam negeri.
"Pemerintah juga harus berusaha untuk, mandiri dengan mengurangi secara bertahap ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan dan energi," tuturnya.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, krisis yang terjadi di Eropa saat ini berdampak pada penurunan peringkat investasi Amerika Serikat, terutama pada surat obligasi, baik yang diterbitkan oleh negara maupunkorporasi.
"Bagi Indonesia, hal ini merupakan ring a bell (peringatan kecil), khususnya untuk kebijakan semu yang seolah-olah keberhasilan ekonomi hanya pada indikator naik-turunnya IHSG (indeks harga saham gabungan). Melalui pendekatan pasar saham, penguatan rupiah selama ini seluruhnya karena faktor hot money (dana asing yang masuk ke dalam negeri), bukan karena nilai ekspor, investasi, atau peningkatan produktivitas.
Ini berbahaya, dan saat ini sudah terjadi koreksi di pasar," ujar Airlangga.
Di lain pihak, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi sebagai upaya antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya gejolak ekonomi akibat krisis AS dan Eropa.
"Pemerintah tetap akan mewaspadai dampak perekonomian global dengan berbagai upaya mitigasi krisis. Ini dilakukan melalui percepatan penyerapan anggaran, stabilisasi pasar menggunakan sisaanggaran lebih, dan pembelian kembali surat berharga negara oleh BUMN," kata Pit Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro.
Menurut dia, manajemen protokol krisis ini juga dibantu melalui alokasi dana mitigasi dalam APBN perubahan 2011. Ini akan berlaku efektif apabila indikator telah menunjukkan krisis mulai tiba.
"Ada beberapa tahapan, apabila pasar siaga, kita bisa melakukan pembelian suratutang negara dengan dana APBN atau menggunakan SAL (saldo anggaran lebih). Ini berdasarkan indikator misal harga surat berharga negara turun sekian basis poin. Dan, ketika imbal hasilnya turun berapa basis poin, kita harus melakukan apa," ujar Bambang.
Bambang mengatakan, fundamental perekonomian Indonesia saat ini dalam kondisi baik dan kuat, walaupun IHSG masih tertekan dan nilai tukar rupiah sempat melemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar