Efek dari kebijakan pemerintah itu, lanjutnya, mendorong beralihnya produsen menjadi importir setahap demi setahap. Sehingga pada akhirnya deindustrialisasi tak bisa dibendung. “Kalau para produsen dibiarkan menjadi importir, ini sangat berbahaya,” tegas Hartarto..
Lebih jauh lanjut Hartarto yang juga Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) itu mengatakan langkah pemerintah dimaksud dinilainya terlalu terburu-buru, karena kebijakan baru itu dimanfaatkan oleh produsen, malah menjadi insentif bagi industri untuk menjadi pedagang. “Kebijakan baru itu, hanya dimanfaatkan oleh industri sekedar untuk menjadi pedagang. Bukan untuk meningkatkan kinerja industri nasional,” terangnya.
Padahal, kata politisi Partai Golkar ini, seharusnya langkah pemberian insentif itu dimaksudkan untuk memperkuat posisi industri
nasional dan sekaligus meningkatkan daya saing dalam menghadapi perdagangan bebas, termasuk ACFTA. "Seharusnya pemberian insentif dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, bukan untuk tujuan lainnya.”
Sebelumnya, 4 Oktober 2010 lalu, Kementerian Perdagangan memberlakukan ketentuan baru yang mengizinkan produsen mengimpor barang jadi produk industri. Namun ketentuan itu baru berlaku efektif 1 Januari 2011. Ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 tahun 2010 tentang ketentuan impor barang jadi oleh produsen.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan luar Negeri Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh, ketenuan produsen hanya boleh mengimpor barang jadi untuk keperluan sendiri, tidak boleh memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain. Produsen yang dapat melakukan impor barang jadi dalam hal ini adalah produsen yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
"Untuk masuk ke daftar, produsen harus mendaftarkan diri dengan melampirkan fotokopi izin usaha industri dan Angka Pengenal Impor Produsen. Sekarang sudah bisa mendaftar," katanya.
Menurut aturan baru, produsen yang mengimpor barang jadi juga wajib menyampaikan laporan realisasi impor secara tertulis kepada Direktorat Impor Kementerian Perdagangan setiap tiga bulan. "Produsen yang melanggar ketentuan akan kena sanksi pencabutan penetapan untuk melakukan impor barang jadi," jelasnya. (fas/jpnn)