“Investasi industri berupa tanah dan bangunan tidak wajar dipindah, apalagi sektor tekstil dan alas kaki merupakan sektor unggulan untuk penyerapan tenaga kerja,” kata Airlangga Hartarto kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Peraturan Menteri Keuangan tentang Kawasan Berikat mengharuskan pengusaha di kawasan berikat berada di dalam kawasan industri. Jika tidak dipindah ke kawasan industri, status kawasan berikat akan dihapus. Fasilitas pembebasan pajak pun hilang.
Dia mengingatkan, peraturan itu bisa menimbulkan kerawanan sosial karena menyangkut pemindahan tenaga kerja. Di tengah membanjirnya barang impor dari China, pemerintah seharusnya memberi insentif kepada industri tekstil dan alas kaki untuk ekspor.
“Terkesan tidak ada koordinasi mendalam dengan kementerian teknis lainnya,” ujar politisi Partai Golkar itu.
Berikut petikan wawancara.
Menurut Anda, Menkeu mengeluarkan PMK 147 tanpa berkoordinasi dengan kementerian terkait dan DPR, apa memang begitu ?
Menurut Anda, Menkeu mengeluarkan PMK 147 tanpa berkoordinasi dengan kementerian terkait dan DPR, apa memang begitu ?
Betul, Menkeu mengeluarkan PMK tanpa berkoordinasi dengan kementerian terkait dan DPR?
PMK kewenangan pemerintah, tentunya perlu berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta BKPM. Ini terkait erat iklim investasi bagi perusahaan yang telah melakukan investasi di kawasan berikat maupun yang akan berinvestasi.
Dengan penandatanganan ACFTA banyak fasilitas yang semula diberi fasilitas menjadi disinsentif apabila perusahaan ingin mengalihkan pasar, dari pasar ekspor menjadi lebih dari 50 persen di pasar lokal.
Bila tidak direvisi?
Dampak negatif iklim yang tidak kondusif pemerintah sedang mendorong kegiatan projob. Sedangkan di sini outsourcing linkages dilarang jadi tidak mendorong keterkaitan industri, terutama industri garmen dan alas kaki yang dapat melibatkan industri kecil dan menengah (IKM). Lalu aturan terlalu ketat terhadap minimal jumlah ekspor, sehingga bila perusahaan akan memanfaatkan pasar domestik maka kawasan berikat bagi perusahaan besar tidak menjadi persoalan tapi perusahaan kecil jelas merupakan biaya tinggi.
Kalau direvisi, apa yang perlu diluruskan?
Pada tahun 2011, bagaimana nasib industri lokal?
Anda melihat maraknya barang impor dari China membuat industri kita kewalahan?
Industri China, khususnya tekstil dan sepatu, bermain pada low cost producer, tentunya mengganggu industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dari pengamatan di klaster persepatuan Cibaduyut, industri alas kaki nasional masih bisa bertahan di industri berbahan baku kulit, untuk bahan baku kulit sintetis sudah kalah.
Ada kesamaan antara industri TPT dan alas kaki Indonesia-China, yakni sama sama menjadi penjahit industri besar seperti, Nike, Rocksport, Hugo Boss tidak mampu mengembangkan merk sendiri sehingga dijadikan produk substitusi manufaktur oleh prinsipal utama.
Perlu pembenahan dalam industri kita dalam persaingan ACFTA?
Industri lokal kita selama 2011 tumbuh?
Ya, khususnya produk tekstil. Ekspornya tumbuh sebesar 21,8 persen. Namun, impor juga meningkat 39 persen dengan tujuan utama ekspor Amerika Serikat masih mendominasi dengan pasar 36,9 persen. Industri alas kaki pangsa pasar AS mencapai 22,5 persen dan masih tumbuh sebesar 31 persen seiring dengan peningkatan impor.
Secara global Indonesia hanya sebagai eksportir no 11 dengan total ekspor seperdua puluh dari China atau 13 miliar dolar AS. Jadi dari berbagai sisi kewajiban pemerintah untuk membuat keberpihakan yang jelas pada industri TPT dan alas kaki nasional.
Komisi VI akan memanggil Menkeu untuk membahas masalah itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar