Jakarta, 5/12 (ANTARA) - Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah perlu merevisi rancangan Keputusan Presiden mengenai tim perunding Indonesia terkait PT Indonesia Asahan Alumunium.
"Draft Keppres hendaknya bisa diperbaiki karena isinya cenderung memberikan perpanjangan kontrak kerja sama dengan Jepang," kata Airlangga Hartarto, di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, sebaiknya pengelolaan PT Indonesia Asahan Alumunian (Inalum) dikelola oleh Indonesia dan tidak dilakukan perpanjangan kontrak kerja sama karena tidak ada teknologi baru.
Industri alumunium setengah jadi di Indonesia, kata dia, sebenarnya tidak ada teknologi baru yang bisa dikembangkan. Bahkan akses untuk pendanaan, tidak terlalu sulit bagi pihak yang berminat menjadi operator di Inalum.
"Kita tahu, Jepang yakni Nippon Asahan Alumunium selalu `mengimi-ngimingi` adanya teknologi baru, padahal sebenarnya tak ada tidaknologi baru," katanya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini menambahkan, PT Inalum tidak perlu teknologi baru seperti yang dijanjikan perusahaan Jepang.
Sedangkan, untuk industri hilirnya, jika ada investor yang ingin berinvestasi disilahkan. Tapi pada industri setengah jadi di PT Inalum lebih baik dikelola Pemerintah Indonesia.
Airlangga menjelaskan, pemerintah Indonesia hingga saat ini belum menyusun rencana bisnis PT Inalum ke depan dan jika memang membutuhkan investor baru di hilir, tidak harus dengan perusahaan Jepang.
"Pemerintah Indonesia hendaknya jangan langsung pasrah pada perusahaan Jepang," katanya.
Untuk operasioal PT Inalum, kata dia, Komisi VI DPR RI tidak meminta adanya "pemain" baru, tapi pemain yang ada, yakni Pemerintah Indonesia untuk mengelolanya.
Perihal siapa yang akan ditunjuk pemerintah, apakah PT Aneka Tambang Tbk atau PT Inalum, menurut dia, terserah kepada pemerintah.
Ketika ditanya perihal penetapan E&Y sebagai konsultan independen, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) ini menilai, posisi E&Y tidak tepat dalam hal ini.
Konsultan itu, kata dia, sekaligus sebagai auditor keuangan PT Inalum dan juga konsultan evaluasi aset perusahaan Inalum.
"Mengacu pada peraturan menteri keuangan tentang appraisal, E&Y adalah financial auditor Inalum, sehingga tidak bisa menjadi konsultan evaluasi aset dari Inalum, karena ada konflik kepentingan," kata Airlangga. (T.R024) (T.R024/B/S023/S023) 05-12-2010 18:36:14 NNNN
Copyright © ANTARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar