FOTO AIRLANGGA

Airlangga TV

Kamis, 12 Februari 2009

BBM Pantas Jadi Rp 4.000/liter

[SURABAYA POST] - Harga minyak mentah kembali tertekan dan menyentuh level 40 dollar AS per barel untuk pertama kalinya dalam kurun waktu tiga minggu terakhir, sejak maraknya pemberitaan mengenai kinerja perusahaan AS yang memburuk.

Dengan harga minyak dunia yang cenderung kembali melemah pada awal bulan Februari, harga jual premium dan solar masih pantas turun lagi Rp 500 per liter menjadi Rp 4.000 per liter.

"Jadi, pada 15 Februari pemerintah seharusnya menurunkan lagi harga BBM, bukan menaikkan. Sebab, kenaikan harga minyak dunia 45 dolar AS itu hanya sesaat. Sekarang sudah kembali lagi di angka 40 dolar AS," kata pengamat perminyakan Kurtubi di Jakarta, Kamis (12/2).

Ia membantah, bila harga minyak dunia kemungkinan bergerak naik ke level 50-60 dolar AS per barel, karena diperkirakan kenaikan harga minyak baru terjadi tahun depan. Selain itu, harga keekonomian ditambah pajak untuk premium sampai sekarang ini masih di kisaran Rp 4.000 per liter. "Sudah pantas harga BBM diturunkan kembali dan tidak layak kalau tetap Rp 4.500 per liter, apalagi jika naik, sangat tidak pantas," tuturnya.

Ketua Komisi VI DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali penurunan harga jual baru BBM bersubsidi, khususnya jenis solar. Sebab, harga minyak mentah di pasar internasional masih berkisar di level 40 dollar AS per barel.

Menurut dia, harga solar bersubsidi diperkirakan masih bisa turun. Sementara harga premium dinilai tak perlu turun lagi karena sudah mencapai harga keekonomian.

"Kalau melihat harga ICP (Indonesia crude price), kemungkinan penurunan harga solar masih bisa dipertimbangkan. Mungkin, turun Rp 500 lagi per liter. Saya melihat tergantung perkembangan harga, tetapi dengan kondisi saat sekarang, masih dimungkinkan (penurunan--Red)," katanya.

Namun, Airlangga mengatakan, harga premium tidak perlu diturunkan lagi karena sudah mencapai harga keekonomian. "Saya tidak bisa memprediksi harga minyak, tapi lihat perkembangan saja," ujarnya.Terkait keuntungan yang diperoleh pemerintah dari penjualan premium, Airlangga menilai, hal itu wajar. Keuntungan itu otomatis diperoleh karena penurunan harga BBM tidak secepat dibandingkan penurunan harga minyak internasional.

Namun, pemerintah tampaknya telah memberi sinyal harga itu tidak turun lagi. Indikasi itu terlihat ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan penurunan harga BBM pada 15 Januari lalu. Ketika itu, Kepala Negara mengemukakan keputusan penurunan berlandaskan perkembangan harga pasar BBM, yaitu mid oil Platts of Singapore (MOPS). Presiden menganggap harga yang sudah ditetapkan pada 15 Januari 2009 sudah tepat dan sesuai dengan kondisi harga pasar.

Saat pernyataan itu dibuat, pemerintah masih tercatat memberi subsidi untuk solar dan minyak tanah. Di sisi lain penjualan premium diduga untung.

Empat Faktor

Sebelumnya Direktur Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi Evita Herawati Legowo mengatakan, dalam menentukan perubahan harga BBM bersubsidi ada empat faktor yang harus diperhatikan, yaitu harga minyak Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah, kondisi APBN, dan seberapa besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan sektor riil."Kalau satu dari empat faktor tersebut tidak dapat terpenuhi, harga BBM tidak bisa turun," ujarnya. Evita menuturkan, sebagai departemen teknis, Departemen Energi belum bisa melakukan perhitungan penurunan harga BBM. Sebab, masalah APBN dan pertumbuhan sektor riil bukan wewenang Departemen Energi."Kondisi APBN dan makro ekonomi saya tidak tahu," katanya. Evita mengatakan, harga ICP pada Januari sebesar 41,89 dollar AS per barel, dan rata-rata dari Desember - Januari 40,20 dollar AS per barel.

Tentang keuntungan pemerintah dari penjualan premium tersebut, Evita H Legowo mengaku, masih ada keuntungan dari penjualan premium bersubsidi Januari 2009. Namun, keuntungan pemerintah pada Januari 2009 lebih kecil dibandingkan Desember 2008. "Untuk yang bulan ini belum dihitung, tapi ada sedikit keuntungan dari premium," kata Evita Legowo. Mengenai besaran keuntungannya, Evita belum bisa menyebutkan angka. Namun, diperkirakan keuntungan pada Januari 2009 menurun dibandingkan keuntungan Desember 2008 yang mencapai Rp 1,2 triliun. "Angkanya turun karena harga juga turun, tapi yang jelas tidak sampai triliunan. Saya tidak hapal, tapi yang jelas lebih rendah," ujarnya .

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengakui, saat ini harga premium di pasar internasional cenderung naik karena kebutuhan dunia mulai meningkat. Sedangkan untuk solar, permintaan dunia tengah mengalami penurunan karena permintaan yang juga berkurang. "Jadi untuk harga BBM dalam negeri, kami masih melihat perkembangan karena masih akan dievaluasi pada 15 Februari,. Jadi sabar dulu. Lagi pula, harga minyak dunia masih fluktuatif," tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar