[JAWA POS] - Perseteruan antara PT Pertamina (Persero) dan Komisi VII DPR berakhir happy ending. Ini setelah Dirut Pertamina Karen Agustiawan mengaku salah dan meminta maaf dalam forum rapat klarifikasi di Komisi VII DPR kemarin (23/2).
Karen mengakui, mekanisme penyampaian surat oleh Corporate Secretary Pertamina Toharso kepada Komisi VII DPR memang tidak sesuai aturan yang ada. ''Kami mohon maaf atas kesalahan tersebut,'' ujarnya. Mendengar permintaan maaf Karen itu, suasana ruang Komisi VII langsung riuh dengan tepuk tangan tiga puluhan anggota dewan dan sekitar dua puluhan jajaran Pertamina dan wakil pemerintah.
Awalnya, ''rapat perdamaian'' yang dimulai sekitar pukul 14.15 WIB itu terancam batal karena dua menteri yang diundang Komisi VII DPR tidak bisa hadir. Mereka adalah Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Menteri BUMN Sofyan Djalil. Purnomo yang sebelumnya melakukan rapat kerja dengan Komisi VII hingga pukul 13.30 hanya memberikan pernyataan singkat sebelum pamit.
Menurut dia, pihaknya sudah berinteraksi dengan DPR hampir 15 tahun. Selama itu pula semua masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan. ''Karena itu, saya yakin masalah ini bisa diselesaikan secara baik-baik,'' katanya. Sedangkan Sofyan Djalil mengikuti agenda kunjungan Presiden SBY ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA yang memimpin rapat mengatakan, rapat bisa dilanjutkan karena Menteri ESDM sudah memberi kuasa kepada Sekjen Departemen ESDM Waryono Karno dan Menteri BUMN memberi kuasa kepada Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu.
Selain itu, jajaran komisaris Pertamina yang dipimpin mantan Kapolri Sutanto hampir lengkap. Kecuali Muhammad Abduh yang berhalangan karena ada tugas ke luar kota, lima komisaris lain tampak hadir. Yakni, Maizar Rahman, Oemar Said, Sumarsono, Gita Irawan Wirjawan, dan Humayun Bosha.
Dari dewan direksi Pertamina, semua hadir mendampingi Karen. Mulai Wadirut Omar S. Anwar, Direktur Pemasaran dan Niaga Achmad Faisal, Direktur Pengolahan Rukmi Hadihartini, Direktur Keuangan Feredercik S.T. Siahaan, dan Direktur Umum & SDM Waluyo.
Kursi anggota dewan yang sering kosong kemarin tampak terisi penuh. Di meja pimpinan komisi terlihat tiga orang. Yakni, Airlangga Hartarto, Sutan Bhatoegana, dan Achmad Farial. Sementara di kursi anggota hadir 30 anggota dewan. Namun, Wakil Ketua Komisi VII Sonny Keraf yang pada RDP 16 Februari lalu membacakan surat Pertamina dan kemudian menyetop rapat tidak tampak.
Sebelum Karen diberi kesempatan menyampaikan klarifikasi, Komisaris Utama Pertamina Sutanto dipersilakan memberi pernyataan. Sutanto mengatakan, pihaknya menyesalkan telah terjadi kesalahpahaman yang sebetulnya tidak boleh terjadi. ''Kita semua tentu ingin hal ini tidak terulang,'' ujarnya.
Menurut Sutanto, pihaknya menyadari bahwa anggota DPR memiliki hak untuk melakukan fungsi pengawasan agar Pertamina bisa tumbuh menjadi perusahaan besar. ''Karena itu, manajemen perlu dukungan semua pihak, termasuk bapak-bapak sebagai wakil rakyat,'' katanya.
Sutanto melanjutkan, pihaknya juga paham jika agenda rapat dengan DPR adalah forum politis. ''Karena itu, jika di masa lalu ada kesalahpahaman, kiranya anggap saja itu pembelajaran, sehingga tidak terjadi di masa mendatang. Ke depan mari kita bina hubungan lebih baik lagi,'' ujarnya.
Setelah Sutanto memberikan pernyataan, Airlangga mempersilakan Karen memberikan klarifikasi. Karen mengatakan, pada RDP 16 Februari lalu telah terjadi kesalahpahaman antara dua institusi. Itu terjadi setelah pengiriman surat Pertamina kepada Komisi VII yang isinya pernyataan kecewa atas jalannya RDP pada 10 Februari yang dinilai tidak sesuai tata tertib dan menyimpang dari agenda pokok rapat.
''Melalui RDP hari ini, kami berharap kesalahpahaman tersebut bisa diselesaikan secara baik dan penuh kekeluargaan untuk kebaikan bersama,'' ujar Karen yang tampil dengan rambut baru itu. Karen pun kemudian membacakan empat klarifikasi atas surat yang dimaksud.
Pertama, kata dia, surat Pertamina tersebut dilayangkan tidak lain dalam semangat untuk menjadikan RDP Komisi VII dan Pertamina berjalan lancar. Kedua, apabila mekanisme pengiriman surat Pertamina ke Komisi VII dianggap kurang tepat sehingga menyebabkan kesalahpahaman, Pertamina sangat menyesalkan hal tersebut terjadi.
Ketiga, Pertamina mendengarkan sepenuhnya dan menindaklanjuti saran-saran Komisi VII dalam meningkatkan kinerja Pertamina demi kemajuan bangsa dan negara. Keempat, Pertamina berharap surat tersebut tidak lagi menjadi polemik berkepanjangan.
Jabatan Politis
Setelah pembacaan pernyataan klarifikasi tersebut, giliran anggota Komisi VII yang diberi kesempatan berkomentar. Tercatat, paling tidak ada 12 anggota dewan yang menyampaikan tanggapan atas klarifikasi Karen.
Hendarso Hadiparmono, misalnya. Anggota Komisi VII dari FPDIP tersebut mengatakan, pihaknya melihat ada kemauan dari Pertamina untuk menyelesaikan persoalan dengan Komisi VII. ''Saya kira kita semua di komisi ini juga ingin selesai. Malu kita ada masalah seperti ini,'' ujarnya.
Anggota Komisi VII lainnya, Royani Haminullah, mengatakan, persoalan terselesaikan jika Pertamina mencabut surat yang dikirimkan kepada Komisi VII dan meminta maaf. ''Itu saja cukup,'' katanya. Walau begitu, ada pula anggota dewan yang menilai kejadian dengan Pertamina harus menjadi bahan koreksi bagi internal Komisi VII.
Anggota Komisi VII Nazarudin Keimas mengatakan, seluruh anggota Komisi VII harus mawas diri mengapa Pertamina sampai mengirimkan surat pernyataan kecewa. ''Ini warning bagi kita semua. Jadi, sebelum Bu Karen berlapang dada meminta maaf, kita juga harus introspeksi hal-hal yang memungkinkan timbulnya kejadian seperti ini,'' terangnya.
Menurut Wakil Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana, pernyataan klarifikasi manajemen Pertamina sudah cukup. Yang lebih substansial, forum RDP ke depan harus lebih efektif. ''Ini pelajaran bagi kita bersama,'' ujarnya. Meski demikian, Sutan mengingatkan Karen sebagai Dirut Pertamina agar menyadari posisi yang diembannya bukan jabatan karir, tapi sudah masuk tataran politis. ''Sebab, mitra Bu Karen adalah DPR,'' katanya.
Dalam rapat kemarin, Sutan yang terkenal sering melontarkan joke-joke kembali membuat suasana riuh. Saat itu dia mengatakan, ''Bu Karen, senyummu adalah tangismu.'' Mendengar itu, Karen tampak menutupkan tangan ke mulut karena menahan senyum.
Sebelum rapat rampung, anggota Komisi VII Effendi Simbolon menyatakan interupsi. Anggota FPDIP yang sempat menyebut Karen layaknya satpam itu kemarin kembali melontarkan sindiran tajam. Menurut dia, anggota dewan maupun masyarakat terlalu mendramatisasi perseteruan Komisi VII dengan Pertamina.
''Jangan kita terbiasa seperti nonton Indonesian Idol (acara reality show). Kemampuan nyanyinya tidak seberapa, tapi karena kita iba melihat dia, akhirnya dia yang menang,'' ujarnya menyindir pemberitaan media yang mengekspose Karen yang sempat berkaca-kaca menahan tangis setelah RDP 16 Februari lalu.
''Jadi, saya mohon, Bu Karen be mature lah. Jadilah dewasa, karena Anda menakhodai BUMN milik rakyat,'' cetusnya. Sekitar pukul 16.00 rapat berakhir. Airlangga menutup rapat dengan memberi pernyataan singkat. ''Rapat kita tutup. Mudah-mudahan ke depan Pertamina bisa meningkatkan kinerjanya,'' ujarnya.
Sesaat kemudian, tepuk tangan kembali riuh. Sejumlah anggota Komisi VII menghampiri tempat duduk jajaran direksi Pertamina dan perwakilan pemerintah untuk bersalaman. Dicegat saat keluar ruangan rapat, Karen hanya berkomentar singkat. ''Kita anggap sudah selesai. Kita akan bekerja lebih baik,'' janjinya.
Tantangan ke depan bagi Pertamina sangatlah besar. Selain mewujudkan visi menjadi perusahaan migas kelas dunia,Pertamina juga mengemban fungsi sosialnya kepada rakyat Indonesia yaitu menjamin pasokan energi dan mendistribusikannya ke seluruh daerah di tanah air dengan lancar dan aman dan tepat waktu. Dan mengingat peran strategis yang dimilikinya, Pertamina seharusnya juga bisa menjadi motor penggerak bagi perekonomian Indonesia. Memang bukan bukan hal yang mudah untuk men-sinergi-kan berbagai peran Pertamina tersebut diatas untuk berjalan selaras secara bersamaan.
BalasHapusTerlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki oleh Pertamina, besar harapan rakyat Indonesia terhadap Pertamina untuk mewujudkan visinya menjelma menjadi sebuah perusahaan minyak kelas dunia yang mampu berbicara banyak di kancah international.Besar harapan rakyat Indonesia bahwa "Kerja Keras Adalah Energi Kita" bukan hanya sekedar jargon belaka. Dan pastinya "Kerja Keras Adalah Energi Kita" harus menjadi sebuah culture atau budaya kerja setiap hari, yang meresap ke dalam diri semua karyawan di Pertamina baik di level atas maupun di level bawah.